LISTRIK MAJAPAHIT
Apakah satu dua malam akhir-akhir ini listrik di tempat Anda suka ngaso*) juga seperti di kampung saya?
Derita dan keterpepetan membuat orang sewot, marah, jengkel, atau justru kreatif. Paling tidak, kita jadinya bisa menyelenggarakan diskusi gratis, tanpa budget macam-macam termasuk "uang tak terduga" yang sudah kita duga secara persis.
Begitu sang listrik 'tidur', teman-teman di rumah kontrakan saya mengomel. "Terasa sekali betapa kita ini tergantung kepada alat-alat yang kita ciptakan sendiri," kata seseorang.
"O, ya! yang lain nyeletuk, "Di zaman Maapahit sudah ada minyak tanah atau belum ya?"
Kemudian diskusi menjadi riuh, dan saya bersyukur tidak sedang ada tamu seorang sejarawan. Sebab dia bisa dijawabnya secara persis.
Kita tahu Gajah Mada bersumpah, Ranggalawe cemburu sosial, Raden Wijaya menjebak pasukan Cina, Suhita didongengkan sebagai Kencanawungu, Perang Bubat membawa dampak psikologis berabad-abad.
Tapi kita tak tahu, dan tak berminat tahu, bagaimana persisnya kostum harian orang Majapahlt, apakah mereka pakai jarum untuk dondom,**) atau bagaimana orang dusun misuh"*) waktu itu, atau apa saja kek.
Kita hanya tahu hal-hal mengenai kekuasaan. Kita membikin buku pelajaran dan mengisi jiwa siswa-siswa sekolah dengan hal-hal mengenai kekuasaan. Kekuasaan.
Kita mengerti Gajah Mada, karena diejek, cancut tali wanda, rnenggenggami kerajaan-kerajaan di sekitarnya, nglurug****) sampai Muangthai segala. Termasuk Ekspedisi Pamalayu yang berkepanjangan.
Lepas dari kita setuju atau tidak, tapi jarang awak berpikir bahwa Gadjah Mada melakukan itu tanpa walky talky, tanpa teknologi militer yang kini bisa memusnahkan bumi dengan sejentikan jari, tanpa kapal berapi, tanpa pesawat tempur, tanpa satelit yang bisa mendeteksi dari angkasa - apakah di Kecamatan Wonokromo ada pabrik senjata atau tidak.
Lha sekarang ini listrik mati seperti kehilangan Tuhan rasanya. Kalau motor macet, kita sudah hampir tak punya mentalitas untuk pakai sepeda. Kalau baju robek, malu pakai - seolah sama dengan dosa tak sembahyang Jumat. Kita juga tak berani jalan-jalan di Malioboro tanpa sepatu atau sandal.
*) Ngaso: istirahat.
**) Dondom: menjahit tidak dengan mesin.
***) Misuh: mengomel.
****) Nglurug: bertandang.
Derita dan keterpepetan membuat orang sewot, marah, jengkel, atau justru kreatif. Paling tidak, kita jadinya bisa menyelenggarakan diskusi gratis, tanpa budget macam-macam termasuk "uang tak terduga" yang sudah kita duga secara persis.
Begitu sang listrik 'tidur', teman-teman di rumah kontrakan saya mengomel. "Terasa sekali betapa kita ini tergantung kepada alat-alat yang kita ciptakan sendiri," kata seseorang.
"O, ya! yang lain nyeletuk, "Di zaman Maapahit sudah ada minyak tanah atau belum ya?"
Kemudian diskusi menjadi riuh, dan saya bersyukur tidak sedang ada tamu seorang sejarawan. Sebab dia bisa dijawabnya secara persis.
Kita tahu Gajah Mada bersumpah, Ranggalawe cemburu sosial, Raden Wijaya menjebak pasukan Cina, Suhita didongengkan sebagai Kencanawungu, Perang Bubat membawa dampak psikologis berabad-abad.
Tapi kita tak tahu, dan tak berminat tahu, bagaimana persisnya kostum harian orang Majapahlt, apakah mereka pakai jarum untuk dondom,**) atau bagaimana orang dusun misuh"*) waktu itu, atau apa saja kek.
Kita hanya tahu hal-hal mengenai kekuasaan. Kita membikin buku pelajaran dan mengisi jiwa siswa-siswa sekolah dengan hal-hal mengenai kekuasaan. Kekuasaan.
Kita mengerti Gajah Mada, karena diejek, cancut tali wanda, rnenggenggami kerajaan-kerajaan di sekitarnya, nglurug****) sampai Muangthai segala. Termasuk Ekspedisi Pamalayu yang berkepanjangan.
Lepas dari kita setuju atau tidak, tapi jarang awak berpikir bahwa Gadjah Mada melakukan itu tanpa walky talky, tanpa teknologi militer yang kini bisa memusnahkan bumi dengan sejentikan jari, tanpa kapal berapi, tanpa pesawat tempur, tanpa satelit yang bisa mendeteksi dari angkasa - apakah di Kecamatan Wonokromo ada pabrik senjata atau tidak.
Lha sekarang ini listrik mati seperti kehilangan Tuhan rasanya. Kalau motor macet, kita sudah hampir tak punya mentalitas untuk pakai sepeda. Kalau baju robek, malu pakai - seolah sama dengan dosa tak sembahyang Jumat. Kita juga tak berani jalan-jalan di Malioboro tanpa sepatu atau sandal.
*) Ngaso: istirahat.
**) Dondom: menjahit tidak dengan mesin.
***) Misuh: mengomel.
****) Nglurug: bertandang.
Di Kutip dari Tulisan Emha Ainun Nadjib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar